Kapolda dan Kapolres Salatiga di Pra Peradilankan

  • Terkait Kasus Penerimaan Pegawai BLUD RSUD Salatiga

Sidang Pra Peradilan terhadap Kapolda Jateng dan Kapolres Salatiga dihadiri sejumlah anggota Reskrim Polres Salatiga, Selasa (4/2). Foto : Ernawaty

SALATIGA - Korban penipuan penerimaan  pegawai non-PNS Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Salatiga mempraperadilkan Kapolda Jateng dan Kapolres Salatiga di Pengadilan Negeri Salatiga, Selasa (4/2).

Proses sidang yang diajukan Iwan Setiawan sebagai Pemohon sekaligus korban penipuan ini, mempertanyakan mengapa dua orang terduga pelaku penipuan yakni Sri Mulyono (SM) warga Tegalrejo, Salatiga dan Didit Ardilles (DA) warga Surowangsan, Kauman Kidul, Salatiga tidak juga ditangkap/ ditahan meski salah satu telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Salatiga.

Ada pun, Termohon adalah Kapolri Cq Kapolda Jateng C1/q Kapolres Salatiga.

Adik korban, Adi Utomo saat dikonfirmasi Wawasan di tengah proses persidangan mengungkap apa yang menjadi tuntutan keluarga besarnya uang kembali atau kedua pelaku ditahan. "Mengapa kami memohon untuk Pra Peradilan ini, karena setelah kasus penipuan yang kami laporkan ke Polres Salatiga pada tanggal 28 Januari 2020 dengan nomor : SRPL/23/VIII/2019 telah P21 kedua orang (terduga) penipuan yakni DA dan SM sampai saat ini masih bebas berkeliaran, kok tidak ditahan," tandas Adi Utomo, Selasa (4/2).

Meski ia menilai, Penyidik yang menangani kasus ini telah bekerja sesuai tupoksinya, namun dinilai agak lambat.

"Ada apa sih, DA dan SM tidak ditahan. Dugaan apa ini, memang benar itu kewenangan penyidik. Tapi sangat janggal, sementara belum ada sepeserpun uang kakak saya yang dikembalikan. Padahal keduanya diduga berperan aktif dalam menerima aliran dana dengan iming-iming bisa memasukkan kakak saya sebagai tenaga BLUD RSUD Salatiga," ujarnya.

Ketika disinggung apa sikap keluarga jika kedua terlapor telah mengembalikan uang yang dituntut, Adi mengaku tidak akan menuntut secara pidana.
"Karena Hinga saat ini, cicilan SK pensiun yang digadaikan ayah saya belum lunas. Sekarang saja per bulan harus nencicil Rp 2,1 juta dan hingga kini belum ada sepeserpun yang dikembalikan baik oleh DA atau SM," ungkapnya.

Ditambahkan orang tua Adi, Sumardi yang ditemui di tempat yang sama menjelaskan, harapan keluarga uang kembali, dengan total keseluruhan Rp 174.600.000.

"Kami punya bukti fisik dan otentik berupaya kwitansi penyetoran kepada terlapor," imbuh Sumardi.

Informasi dari sejumlah pihak yang terpercaya, Pra Peradilan juga akan ditempuh oleh tiga korban lainnya.

"Nantinya, setelah gugatan pelaporan oleh keluarga Iwan Setiawan putus menyusul akan berturut-turut tiga korban lainnya akan melakukan upaya yang sama," ucap seorang sumber.

Ditambahkan Kuasa Hukum Pemohon, Imam Pribadi, kronologis ihwal pengajuan Pra Peradilan ini setelah korban melaporkan tindak pidana penipuan dengan terlapor DA dan SM.

"Hingga akhirnya, salah satunya ditetapkan Tersangka. Tapi sampai Pra Peradilan ini berlangsung AD dan SM tidak ditahan," imbuh Imam Pribadi.

Ditempat terpisah, Kasat Reskrim Polres Salatiga AKP Akhwan Nadzirin ketika dikonfirmasi menyebutkan Polres Salatiga pada prinsipnya siap menjalani proses Pra Peradilan ini.

"Pada intinya Porles Salatiga siap menghadapi Pra Peradilan ini sampai putusan ketok palu hakim hingga ada titik terang," tandas AKP Akhwan Nadzirin.

Akhwan Nadzirin menuturkan, sejauh ini penyidik dalam menjalankan tugasnya telah seusai ketentuan yang berlaku. Termasuk adanya pertanyaan mengapa dua orang yang dianggap sangat bertanggung jawab dengan aliran uang yang telah disetorkan tidak ditahan, hal tersebut ditegaskan Kasat Reskrim telah diatur dalam Pasal 77 KUHPidana.

"Mengapa tidak ditahan, selain menjadi kewenangan penyidik juga hal tersebut diatur dalam Pasal 77 KUHPidana," ungkapnya.

Ia juga menampik dan meminta para pihak yang menuding anak buahnya menerima suap, untuk membuktikan di persidangan.
"Silakan buktikan di Pra Peradilan ini, jangan berasumsi," tandasnya.

Sementara dalam fakta persidangan Selasa (4/2) yang dipimpin Hakim Tunggal Yustisia Permatasari SH itu, menghadirkan sejumlah saksi. Hanya saja, pihak Termohon sempat berkeberatan dengan sejumlah nama yang dianggap masih memiliki hubungan darah dengan Pemohon.

Terpisah, Sri Mulyono yang juga Pengacara gaek asal Tegalrejo yang dituding sebagai pihak penerima aliran dana dari korban saat dikonfirmasi mengaku tengah menjalani pemeriksaan di Mapolres Salatiga. Ia meminta Wartawan Wawasan untuk menantinya usai pemeriksaan.

"Siap...kita klarifikasi dengan ketemuan langsung saja ya. Waktu ini saya tengah diklarifikasi di Polres (Salatiga)," ujar Sri Mulyono melalui aplikasi WhatsApp.

*Mencuat
Seperti diketahui, kasus penipuan ink mencuat ke publik setelah para korban merasa ditipu.

Bahkan saat puluhan korban penipuan mendatangi Gedung DPRD Salatiga Senin, 13 Mei 2019 lalu, mereka blak-blakan mengungkap siapa-siapa para pihak menerima uang mereka dengan 'iming-iming' bisa bekerja sebagai karyawan BLUD RSUD Salatiga.

Termasuk, kuasa hukum para korban saat itu Bambang menyebut sejumlah kliennya ada yang diminta bertemu Anggota Dewan Pengawas Sri Mulyono di Ruang Direktur RSUD Salatiga.

"Klain kami, ada yang diminta menghadap di ruang Direktur RSUD bertemu Pak Sri Mulyono. Selain itu, ada juga yang bertemu di rumahnya di Tegalrejo," kata Bambang kepada para wartawan, Senin (13/5) di Gedung DPRD saat itu.

Ia mengungkapkan fakta, rata-rata klainnya mengalami kerugian berkisar Rp 100 juta satu orang.
"Total kerugian untuk 15 orang klain kami lebih dari Rp 1 miliar. Karena tarif itu dipatok bervariatif untuk lulusan SMA dipatok Rp 75 juta, untuk D3 Rp 85 dan untuk S1 95 juta. Belum termasuk pengambilan  SK 1,8 juta, IP kurang bayar lagi. Total satu juta sekian," ungkapnya.

Sedangkan, korban yang setor ke seorang bidan, istri dari PNS Pemkot Salatiga Haryono yakni Listyorini sebanyak 29 orang.
"Kalau nanti muaranya yang setor ke Listyorini seorang Bidan di Susukan, Kabupaten Semarang ini  Perdata, 'ya' akan diupayakan Perdata," pungkasnya.

Yang pasti, lanjutnya, ia bersama tim akan segera membuat laporan resmi ke aparat hukum.
"Kami belum tahu, apakah ke Polda atau ke Polres. Jangan sampai setelah lapor mantul alias di tolak. Yang jelas , lamporan dalam dua tiga hari kedepan," paparnya.

Fakta lain yang diungkap para korban saat audiensi dengan Ketua DPRD Salatiga Teddy Sulistio di Gedung DPRD Salatiga, Senin (13/5) kala itu, adanya seorang pegawai BLUD RSUD Salatiga bernama Didik Ardiles warga Surowangsan, Kauman Kidul, Salatiga bertindak dugaan seolah-olah sebagai perantara makelar jual beli jabatan ini.

Seperti diceritakan pasangan suami istri, SD (69) warga Tegalrejo, Salatiga. Salah satu korban yang terbilang kerugian paling besar ini mengisahkan seorang pegawai BLUD RSUD bernama Didik Ardiles  menawarkan bekerja di lingkungan RSUD.

"Didik ini kemudian mengantar saya dan suami ke rumah ibu Listyorini di Sruwen, Kabupaten Semarang tapi dia minta uang dulu Rp 2,5 juta. Dan dipertemukanlah dengan Listyorini oleh dia (List), dikatakan karena anak saya keduanya lulusan S1, sehingga ada tarifnya sendiri," kata SD kepada Wawasan, Senin (13/5).

Dengan 'embel-embel' bisa bekerja sebagai karyawan BLUD RSUD Salatiga, akhirnya Sunardi berani nyetor dengan beberapa kali tahapan.

"Setelah ada omong-omong, jika lulusan S1 harus nyetor Rp 95 juta untuk bisa menjadi pegawai BLUD RSUD Salatiga. Dengan dua anak, tahapan pertama saya setor Rp 40 kita, kemudian mengajukan utang ke BRI dengan jaminan pensiun PNS setor kedua Rp 120 juta, yang ketiga setor Rp 10 juta, yang keempat supaya dua SK untuk anak saya keluar harus setor lagi Rp 3,6 + perantara si Didik minta lagi Rp 2,5, tapi baru saya setor Rp 1 juta. Jadi  Total Rp 174.600.000," sebut SD.

Proses penyerahan itu, diakuinya sejak tahun 2018-2019. Dan semuanya ia setor ke Listyorini.

Lain kisah dialami Sarmini (54) warga Sruwen. Ia menceritakan, saat itu mengatar anaknya bernama Gery Ardiantor ke Ruang Direktur RSUD Salatiga untuk bertema Listyorini dan Anggota Dewan Pengawas RSUD untuk nyetor pertama Rp 20 juta.

"Kedua, setor Rp 55 juta, ketiga Rp 3 juta katanya untuk Ban PT dan terakhir Rp 1,8 untuk total 78.800.000," tuturnya.

Penyetoran itu, disebutkan Sarmini berlangsung sejak tahun 2013 hingga 2019 awal masih berlangsung.
"Saya juga pernah diajak Bu List ini ke rumah Pak Mulyono di Tegalrejo katanya mau ngurus penerimaan SK pegawai BLUD," imbuhnya.

Penulis : ern
Editor   : edt